3 Puisi Karya Mei Astoeti

Karya Mei Astoeti, S.Pd. 


Tuhan 

Kita begitu dekat 
di setiap Jumat. 
Di banyak sesak yang penat, 
Kau menjelma dalam banyak hikmat, 
mengurai siasat, 
mengenyahkan debu yang melekat,
menyibakan isyarat
yang bermunajat
dari niat hingga tersurat
tanpa takut teresat.

~~~



Tadarus Kata 


Satu catatan pada halaman,
menyemaikan biji-bijian keresahan.
Dua catatan membiarkan biji-biji itu makin berkecambah,
dengan akar yang mulai menebarkan cibiran
pada tetumbuhan yang berbeda kubu
Sementara angin meniupkan perdamaian,
berharap setiap kubu tetap berada dalam kearifan. 

Ketika kata-kata yang lugas dan bebas menyerukan segala makna,
diterobos kokohnya satu keinginan,
dua kubu semakin meruncing mengukuh,
bertahan pada kebenaran yang berbeda.
Deru angin tak lagi dapat melerai.
Keresahan berfase menjadi polemik.
Seiring prasangka demi prasangka yang mulai mengejawantah.
Bahkan angin menjadi pusaran kecurigaan.
Bola panas terlalu cepat menggelinding dengan keliaran,
Siap menyasar pada sesiapa yang dirasa bertanda,
atau pada sosok dengan atribut kelebihan juga keberanian. 

Keresahan yang telah terlanjur menjelma polemik,
adalah kulminasi suatu titik,
dari akumulasi rasa kecewa semua kubu,
menyisakan rasa tersisih yang perih,
oleh seduhan harapan yang menjadi dingin seketika. 

Angin selalu menghembuskan perdamaian.
Keresahan bermetamorfosa menjadi pelajaran,
tentang bagaimana menata kesalahan,
melewatkan fase awal yang menjengkelkan,
tuk sampai pada satu bentuk indah keniscayaan.
Sanksi menjadi tak perlu bagi sebuah berbedaan.
Semua kembali pada konsistensi.
Dan kata-kata masih berdiri pada tempatnya,
menyerukan makna pada hakikatnya.

~~~



Kawan 

Sejak awal mengenalmu,
sudut pandangmu masih seperti yang dulu:
dipenuhi euforia tentang dirimu.
Kesan itu kelewat melekat.
Seolah hidupmu melulu hanya seputar diri dan kelebihanmu.
Kau seperti lupa bahwa
kelebihan juga berpasangan dengan kekurangan.
Setiap kelebihan yang kau umbar
adalah bayangan kekurangan yang mengintai.

Kawan, untuk hal yang tak perlu,
kau lebih senang menunjukkan diri di permukaan,
terasa diri lebih baik, lebih sibuk dari yang lain,
hingga menutup pandang dunia luar.
Tak kau lihat yang sebaliknya,
untuk hal yang perlu,
orang di sekitarmu jauh lebih sibuk dan lebih baik
tanpa mesti terkatakan.

Kawan, untuk berbuat baik, kau mesti berpikir beberapa kali:
Apakah padamu orang telah dan akan berkontribusi.
Kalau saja kau mau meluaskan pandangan,
melihat segala sesuatu dari segala sisi,
ada bentangan solusi
pada beningnya keheningan.

~~~
Lebih baru Lebih lama